MENJALIN CINTA ABADI DALAM
RUMAH TANGGA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ،
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ؛ إِلَهُ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ، وَقَيُّوْمُ
السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِيْنَ، وَخَالِقُ الخَلْقِ أَجْمَعِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، وَأَمِيْنُهُ عَلَى
وَحْيِهِ، وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ
أُمَّتَهُ عَلَيْهِ، وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ
وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا
بَعْدُ:
أَيُّهَا
المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى
اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ،
وَتَقْوَى اللهِ جَلَّ وَعَلَا: عَمَلٌ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ
رَجَاءَ ثَوَابَ اللهِ، وَتَرْكٌ لِمَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ ِمِنَ اللهِ
خِيْفَةَ عَذَابِ اللهِ .
Ibadallah,
Setiap orang yang telah berkeluarga, tentu
menginginkan kebaikan dan kebahagiaan dalam kehidupannya bersama istri dan
anak-anaknya. Hal ini merupakan perwujudan rasa cintanya kepada mereka.
Kecintaan ini merupakan fitrah yang Allah ﷻ tetapkan pada jiwa setiap manusia. Allah ﷻ berfirman:
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ
عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14).
Bersamaan dengan itu, nikmat keberadaan istri dan
anak ini sekaligus juga merupakan ujian yang bisa menjerumuskan seorang hamba
dalam kebinasaan. Allah ﷻ
mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا
لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di
antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. at-Taghabun: 14).
Makna “menjadi musuh bagimu” adalah melalaikan kamu
ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah ﷻ.
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Kita dapati kebanyakan orang salah menempatkan arti
cinta dan kasih sayang kepada istri dan anak-anaknya, dengan menuruti semua
keinginan mereka meskipun bertentangan dengan syariat Islam, yang pada
gilirannya justru akan mencelakakan dan merusak kebahagiaan hidup mereka
sendiri.
Ketika menafsirkan ayat tersebut di atas, Syaikh
Abdur rahman as-Sa’di rahimahullah berkata: “…Karena jiwa manusia memiliki
fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah ﷻ memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan
ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam
hal-hal yang dilarang dalam syariat. Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk
(selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya…”.
Oleh karena itulah, seorang kepala keluarga yang
benar-benar menginginkan kebaikan dalam keluarganya hendaknya menyadari
kedudukannya sebagai pemimpin dalam rumah tangganya, sehingga dia tidak
membiarkan terjadinya penyimpangan syariat dalam keluarganya, karena semua itu
akan ditanggungnya pada hari kiamat kelak. Rasulullah ﷺ bersabda:
أَلاَكُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ
بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan
kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang
dipimpinnya…seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai
pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ayyuhal mukminun ibadallah,
Seorang kepala keluarga yang benar-benar mencintai
dan menyayangi istri dan anak-anaknya hendaknya menyadari bahwa cinta dan kasih
sayang sejati terhadap mereka tidak hanya diwujudkan dengan mencukupi kebutuhan
duniawi dan fasilitas hidup mereka. Akan tetapi yang lebih penting dari semua
itu adalah pemenuhan kebutuhan rohani mereka terhadap pengajaran dan bimbingan
agama yang bersumber dari petunjuk Alqurandan Sunnah Rasulullah ﷺ. Inilah bukti cinta dan kasih sayang yang sebenarnya, karena
diwujudkan dengan sesuatu yang bermanfaat dan kekal di dunia dan di akhirat
nanti.
Karena pentingnya hal ini, Allah ﷻ mengingatkan secara khusus kewajiban para kepala keluarga ini
dalam firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”
(QS. at-Tahrim: 6).
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ketika
menafsirkan ayat di atas berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu
dan keluargamu”.
Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan
mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah ﷻ dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan
yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak
(dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat
Islam), serta memaksa mereka untuk melaksanakan perintah Allah ﷻ. Maka, seorang hamba tidak akan selamat dari siksaan neraka
kecuali jika dia benar-benar melaksanakan perintah Allah ﷻ (dalam ayat ini) kepada dirinya sendiri dan pada orang-orang
yang dibawa kekuasaan dan tanggung jawabnya”.
Demikian juga dalam hadits yang shahih ketika
Rasulullah ﷺ melarang
Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu memakan kurma sedekah, padahal waktu itu
Hasan radhiyallahu ‘anhu masih kecil, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Hekh….hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian beliau ﷺ bersabda: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah ﷺ dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah? (HR. Bukhari dan
Muslim).
Para ulama mengambil pelajaran dari hadits ini
bahwasanya boleh membawa anak kecil ke masjid dan mendidik mereka dengan adab
yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu yang
membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang diharamkan
(dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban syariat, agar
mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut.
Ibadallah,
Kemudian, hendaknya seorang kepala keluarga
menyadari bahwa dengan melaksanakan perintah Allah ﷻ ini, berarti dia telah mengusahakan kebaikan besar dalam rumah
tangga tangganya, yang dengan ini akan banyak masalah dalam keluarganya
teratasi, baik masalah antara dia dengan istrinya, dengan anak-anaknya ataupun
dengan sesama keluarganya. Bukankah penyebab terjadinya bencana secara umum,
termasuk bencana dalam rumah tangga, adalah perbuatan maksiat manusia? Allah ﷻ berfirman:
وَمَا
أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan (dosa)mu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar
(dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy-Syura: 30).
Inilah makna ucapan salah seorang ulama salaf yang
mengatakan: “Sungguh, ketika aku bermaksiat kepada Allah ﷻ, maka aku melihat pengaruh buruk perbuatan maksiat tersebut
pada tingkah laku istriku…”.
أَقُوْلُ
هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ
مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ
الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ، وَأُثْنِي عَلَيْهِ ثَنَاءَ الذَّاكِرِيْنَ، لَا
أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْهِ هُوَ كَمَا أَثْنَى عَلَى نَفْسِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا
بَعْدُ:
أَيُّهَا
المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى، وَرَاقِبُوْهُ فِي
السِّرِّ وَالعَلَانِيَةِ وَالغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ
أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.
Barangsiapa yang mengharapkan cinta dan kasih
sayangnya terhadap keluarganya kekal abadi di dunia sampai di akhirat nanti,
maka hendaknya dia melandasi cinta dan kasih sayangnya karena Allah ﷻ semata-semata, dengan cara saling menasehati dan tolong
menolong dalam ketaatan kepada-Nya. Allah ﷻ berfirman:
الْأَخِلَّاءُ
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Orang-orang yang berkasih sayang pada waktu itu
(di akhirat) menjadi musuh satu sama lainnya, kecuali orang-orang yang
bertaqwa.” (QS. az-Zukhruf: 67).
Ayat ini menunjukkan bahwa semua jalinan cinta dan
kasih sayang di dunia yang bukan karena Allah ﷻ. Maka di akhirat nanti berubah menjadi kebencian dan
permusuhan, dan yang kekal abadi hanyalah jalinan cinta dan kasih sayang
karena-Nya.
Lebih daripada itu, dengan melaksanakan perintah
Allah ﷻ ini
seorang hamba – dengan izin Allah ﷻ – akan melihat pada diri istri dan anak-anaknya kebaikan yang
akan menyejukkan pandangan matanya dan menyenangkan hatinya. Ini merupakan
harapan setiap orang beriman yang menginginkan kebaikan bagi diri dan
keluarganya. Oleh karena itulah Allah ﷻ memuji hamba-hamba-Nya yang bertakwa ketika mereka mengucapkan
permohonan ini kepada-Nya, dalam firman-Nya:
وَالَّذِينَ
يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ
أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan (mereka adalah) orang-orang yang berdoa: “Ya
Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai
penyejuk (pandangan) mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang
yang bertakwa.” (QS. al-Furqan: 74).
Imam Hasan al-Bashri rahimahullah ketika ditanya
tentang makna ayat di atas, beliau berkata: “Allah ﷻ akan memperlihatkan kepada hambanya yang beriman ketaatan
kepada Allah ﷻ pada
diri istri, saudara dan orang-orang yang dicintainya. Demi Allah ﷻ, tidak ada sesuatupun yang lebih menyejukkan pandangan mata
seorang Muslim dari pada ketika dia melihat anak, cucu, saudara dan orang-orang
yang dicintainya taat kepada Allah ﷻ”.
Akhirnya, kami menutup khotbah ini dengan berdoa
kepada Allah ﷻ agar Dia
senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua dalam menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya pada diri kita sendiri maupun keluarga kita.
Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri dan keturunan kami sebagai penyejuk (pandangan) mata (kami), dan
jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa
وَصَلُّوْا
وَسَلِّمُوْا -رَعَاكُمُ اللهُ- عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا
أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرٍ الصِدِّيْقِ،
وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِيْ الحَسَنَيْنِ
عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .
اَللَّهُمَّ
أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ
وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمُيْنَ، اَللَّهُمَّ
انْصُرْ مَنَ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ
المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ نَاصِرًا
وَمُعِيْنًا وَحَافِظًا وَمُؤَيِّدًا. اَللَّهُمَّ وَعَلَيْكَ بِأَعْدَاءِ الدِّيْنَ
فَإِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُوْنَكَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِي نُحُوْرِهِمْ
وَنَعُوْذُ بِكَ اللَّهُمَّ مِنْ شُرُوْرِهِمْ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي
أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ
وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ
العَالَمِيْنَ .
اَللَّهُمَّ
آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ
وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ
يُحِبُّكَ وَالعَمَلَ الَّذِيْ يُقَرِبُ إِلَى حُبِّكَ يَا ذَا الْجَلَالِ
وَالإِكْرَامِ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا اَلَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ
أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا اَلَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ
لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي فِيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَل الحَيَاةَ زِيَادَةً
لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ، اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ،
عَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا
وَوَالدَيْهِمْ وَذُرِّيَاتَهُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ
وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، رَبَّنَا
إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ
اللهِ اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ،
{ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ } .
0 komentar :
Posting Komentar