Memanfaatkan Waktu, Menjadi Insan Bermutu
Kehidupan kaum muslimin di dunia ini memberikan perhatian
yang amat besar, jika mereka dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin pastilah
perhatian mereka terhadap waktu lebih besar dimanfaatkan dalam pengorbanan yang
benar, kemenangan yang nyata, perbuatan baik serta berpikiran lurus, daripada
perhatian kepada benda kekayaan dan jabatan yang hanya sekejap disandang.
Karena waktu memiliki arti penting bagi kaum muslimin untuk mengeruk lebih
dalam kebaikan-kebaikan yang akan ditanamnya di akhirat kelak. Seandainya
mereka mengerti, niscaya mereka akan berbuat untuk dunianya seakan-akan mereka
hidup selamanya dan akan berbuat untuk akhiratnya seolah-olah mereka mati
besok.
Waktu memiliki karakterisitik yang mencolok untuk kita
ketahui dengan cermat supaya lebih bermanfaat dalam hidup yang singkat,
diantaranya:
Waktu terus melaju tanpa menunggu
Waktu bagaikan sebuah awan yang berjalan tanpa ada
halangan yang mampu menembus di kala siang ataupun malam, waktu bagaikan angin
sepoi-sepoi yang dapat menyusut masuk ke dalam rongga-rongga kecil. Begitu pula
dengan umur manusia, meskipun dia merasa hidup di dunia telah berasa lama namun
hakikatnya dia beumur pendek dan sedang menanti kedatangan “tamu” yang
menghampiri setiap insan di ujung takdir yang telah ditentukan.
Oleh sebab itu, memanfaatkan waktu yang “berlalu sejenak”
ini sangatlah penting bagi kaum muslimin. Dalam setiap detik haruslah kebaikan,
dalam setiap nafas berhembus terucap dzikir pada-Nya, sungguh orang yang
beruntung adalah yang dapat bersaing dengan waktu memanfaatkan dalam kebaikan.
Seperti dalam ibadah dan muamalah setiap hari kita, waktu
bergulir dengan cepat, namun jika kita mampu memanfaatkan waktu tersebut untuk
hal-hal yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain, niscaya waktu yg berlalu
cepat sangat bernilai dalam kehidupannya.
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلاَّ
عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا (46)
“Pada
hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak
tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari” (Q.S
An-Nazi’at : 46)
Waktu
yang berjalan tak dapat menyimpang
Waktu
bagaikan matahari yang terbit dan berangsur-angsur menjulang tinggi menyinari
seisi bumi, namun matahari tak dapat berhenti di tempat ataupun berbalik dan
tenggelam di sebelah timur kembali. Waktu yang telah berjalan tidak dapat
diganti seperti keinginan sendiri. Sebelum penyesalan terjadi pada diri kita,
maka memperbanyak amalan-amalan yang bermanfaat dalam setiap detik yang akan
tiba.
Waktu
akan cepat berlalu, karena setiap yang ada di dunia pasti ada akhirnya. Dunia
ini fana begitu pula isinya. Setiap insan hanyalah berkelana memanfaatkan waktu
yang ada sambil mengais kebaikan sebanyak-banyaknya. Semakin jauh dari
kehidupan maka akan semakin dekat padanya kuburan. Malangnya, bagi seseorang
merayakan ulang tahun karena bertambahnya umur, hakikatnya ia sedang merayakan
dekatnya kematian.
Manusia
diciptakan bagaikan seorang musafir, tidak ada tempat berakhir baginya
melainkan surga dan neraka yang abadi. Namun jika musafir dapat menunjukkan
ketaatan kepada Allah Swt maka akan ada hal-hal yang bemanfaat bagi dirinya.
Nabi Saw pernah bersabda,
مِنْ
حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di
antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat”
(HR. Tirmidzi no. 2317)
Waktu
yang telah dan akan berlalu adalah harta termahal yang dimiliki setiap insan.
Sebagaimana
waktu yang berjalan tak dapat terulang kembali ataupun diganti dengan yang
lain, maka waktu adalah harta termahal bagi kehidupan kaum muslimin. Waktu
merupakan tempat untuk menampung segala amalan-amalan dan hasilnya. Waktu tak
ubahnya seperti segunung emas, sebagaimana pepatah arab, namun ia lebih
berharga daripada segunung emas, intan, berlian, atau sesuatu yang paling mahal
di dunia ini. Sebab kekuatan waktu adalah faktor kehidupan manusia memperoleh
hasilnya kelak.
Karena
itu, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya adalah pekerjaan yang tak
ternilai dan tak tertandingi dalam ukuran nilai. Dan jika kita membandingkan
kehidupan di dunia dan kekekalan di akhirat maka kita sadar bahwa setiap
hembusan nafas akan bermanfaat dari pada hidup seribu tahun didunia tanpa
beramal akhirat. Menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggu-nunggu pergantian
waktu, itu sebenarnya lebih parah dari kematian. Ibnul Qayyim rahimahullah
dalam Al Fawa-id berkata,
اِضَاعَةُ
الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ
وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا
“Menyia-nyiakan
waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu
dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya
memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”
Waktu
yang digunakan akan dipertanggungjawabkan.
Rasulullah
Saw pernah menjelaskan hal ini didalam sabdanya
:
لا
تزولُ قَدَمَا عبدٍ يومَ القيامةِ حتَّى يُسألَ عن أربعٍ عَن عُمُرِه فيما أفناهُ
وعن جسدِهِ فيما أبلاهُ وعن عِلمِهِ ماذا عَمِلَ فيهِ وعن مالِهِ مِنْ أَيْنَ
اكْتَسَبَهُ وفيما أنفقَهُ
“Tidak
tergelincir kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga Allah menanyakan
empat hal: Umurnya; dihabiskan untuk apa, Waktu mudanya; digunakan untuk apa, Ilmunya; apakah diamalkan atau tidak,
Hartanya; darimana dia mendapatkan dan untuk apa saja dihabiskannya” (HR.
Tirmidzi, Hadist Hasan)
Sebenarnya
waktu manusia adalah umurnya. Barangisapa yang berjalan di atas jalan Allah dan
Rasul-Nya maka itulah sebenarnya kehidupan dan umurnya, namun jika dia
menghabiskan umurnya dengan kesenangan, angan-angan yang batil, tidur dan
menganggur, maka kematian lebih baik baginya. Karena setiap amal perbuatan yang
kita lakukan akan dimintakan pertanggungjawaban. Jika dia berbuat baik maka
tempat kembalinya ke dalam surga, sebaliknya jika amalan setiap harinya berbuah
maksiat maka balasannya adalah adzab.
Banyak
masnuisa yang hidup ini menyia-nyiakan waktu, tanpa sadar ia melakukan
perbuatan menyimpang dan pernah terpikirkan bahwa setiap amalah akan dihisab.
Maka jadilah seperti petani di sawah yang selalu menebar dan menanan biji dan
kelak dia akan memanennya.
Dunia
hanya ada tiga masa: kemarin, hari ini, dan besok. Kemarin telah berlalu
bersama dengan apa yang di dalamnya. Sedangkan hari esok semoga kita
menemuinya. Dan hari ini adalah milik kita, maka beramallah di dalamnya.
[Bersama Dakwah]
0 komentar :
Posting Komentar